Klenteng Sam Po Kong selain merupakan tempat
ibadah dan ziarah juga merupakan tempat wisata yang menarik untuk di kunjungi.
Tempat ini dikenal juga dengan sebutan Gedong Batu. Ada yang mengatakan nama
ini dipakai karena asal mula tempat ini adalah sebuah gua batu besar yang
terletak pada sebuah bukit batu. Tetapi ada sebagian orang yang mengatakan
bahwa sebenarnya asal kata yang benar adalah Kedong Batu, alias tumpukan batu -
batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai.
Komplek Klenteng Sam po Kong terdiri atas
sejumlah anjungan yaitu Klenteng Besar dan gua Sam Po Kong, Klenteng Tho Tee
Kong, dan empat tempat pemujaan (Kyai Juru Mudi, Kayai Jangkar, Kyai Cundrik
Bumi dan mbah Kyai Tumpeng). Klenteng Besar dan gua merupakan bangunan yang
paling penting dan merupakan pusat seluruh kegiatan pemujaan. Gua yang memiliki
mata air yang tak pernah kering ini dipercaya sebagai petilasan yang pernah
ditinggali Sam Po Tay Djien (Zheng He)
Bentuk bangunan klenteng merupakan bangunan tunggal
beratap susun. Berbeda dengan tipe klenteng yang lain, klenteng ini tidak
memiliki serambi yang terpisah. Pada bagian tengah terdapat ruang pemujaan Sam
Po.
Menurut cerita, pada awal abad ke-15
Laksamana Zheng He sedang mengadakan pelayaran menyusuri pantai laut Jawa dan
sampai pada sebuah semenanjung. Karena ada awak kapal yang sakit, ia
memerintahkan mendarat dengan menyusuri sebuah sungai yang sekarang dikenal
dengan sungai Kaligarang. Ia mendarat disebuah desa bernama Simongan. Setelah
sampai didaratan, ia menemukan sebuah gua batu dan dipergunakan untuk tempat
bersemedi dan bersembahyang. Zeng He memutuskan menetap untuk sementara waktu
ditempat tersebut. Sedangkan awak kapalnya yang sakit dirawat dan diberi obat
dari ramuan dedaunan yang ada disekitar tempat itu.
Setelah ratusan tahun berlalu, pada bulan
Oktober 1724 diadakan upacara besar-besaran sekaligus pembangunan kuil sebagai
ungkapan terima kasih kepada Sam Po Tay Djien. Dua puluh tahun sebelumnya
diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat semedi Sam Po runtuh
disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan didalamnya
ditempatkan patung Sam Po dengan empat anak buahnya yang didatangkan dari
Tiongkok. Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan emperan
di depan gua.
Perayaan tahunan peringatan pendaratan Zheng
He merupakan salah satu agenda utama di kota Semarang. Perayaan dimulai dengan
upacara agama di kuil Tay Kak Sie, di Gang Lombok. Setelah itu kemudian
dilanjutkan dengan arak-arakan patung Sam Po Kong di kuil Tay Kak Sie ke Gedong
Batu. Patung tersebut kemudian diletakkan berdampingan dengan patung Sam Po
Kong yang asli di Gedong Batu.
Tradisi unik ini bermula sejak pertengahan
kedua abad ke-19. Pada masa itu, kawasan Simongan dikuasai oleh seorang tuan
tanah yang tamak. Orang-orang yang hendak berkunjung ke kuil Sam Po Kong
diharuskan membayar sejumlah uang yang harganya sangat mahal. Karena kebanyakan
peziarah tidak mampu membayarnya, kegiatan pemujaan kemudian dialihkan ke kuil
Tay Kak Sie. Sebuah replika patung Sam Po Kong kemudian dibuat dan diletakkan
di dalam kuil Tay Kak Sie. Setiap tanggal 29 atau 30 bulan keenam menurut
penanggalan Imlek Cina, patung duplikat tersebut diarak dari Tay Kak Sie ke
Gedong Batu yang dimaksudkan agar patung replika tersebut mendapat berkah dari
patung asli yang berada di dalam kuil Gedong Batu.
Pada tahun 1879 atau tahun kelima Guang Xu,
kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien merupakan ayah dari
Oei Tiong Ham, penderma yang juga dikenal sebagai Raja Gula Indonesia.
Sejak saat itu, para peziarah dapat bersembahyang di kuil Gedong Batu tanpa
dipungut biaya apapun dan urusan pengurusan kuil diserahkan kepada Yayasan Sam
Po Kong setempat. Pawai Sam Po Kong itu dihidupkan kembali pada tahun 1937 dan
terus menjadi daya tarik hingga sekarang.
Selamat Menjelajah Kawan :)
Ingin Keren dalam Pariwisata? Kunjungi...
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar