Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan kuno peninggalan
jaman belanda yang dibangun pada 1904. Semula gedung ini untuk kantor pusat
perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda atau Nederlandsch Indishe
Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung tiga lantai bergaya art deco (1850-1940)
ini karya arsitek Belanda ternama, Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag.
Lawang Sewu terletak di sisi timur Tugu Muda Semarang, atau di sudut jalan
Pandanaran dan jalan Pemuda. Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini
dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya,
pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi
dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu.
Bangunan utama Lawang Sewu berupa tiga lantai
bangunan yang memiliki dua sayap membentang ke bagian kanan dan kiri bagian.
Jika pengunjung memasukkan bangunan utama, mereka akan menemukan tangga besar
ke lantai dua. Di antara tangga ada kaca besar menunjukkan gambar dua wanita
muda Belanda yang terbuat dari gelas. Semua struktur bangunan, pintu dan
jendela mengadaptasi gaya arsitektur Belanda. Dengan segala keeksotisan dan
keindahannya Lawang Sewu ini merupakan salah satu tempat yang indah untuk Pre
Wedding.
Lawang Sewu Pasca Pemugaran:
Setelah cukup lama lawang sewu seperti tak terurus, akhirnya
Lawang Sewu dilakukan pemugaran yang memakan waktu cukup lama, akhirnya selesai
pada akhir Juni 2011 dan kembali dibuka untuk umum setelah pada tanggal 5 Juli
2011 diresmikan oleh Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan dengan
event Pameran Kriya Unggulan Nusantara yang menampilkan produk produk
tradisional dari seluruh Nusantara.
Berapakan sebenarnya jumlah pintu dari Lawang
Sewu?
Seperti Kepulauan Seribu yang jumlah pulau yang
sebenarnya tak sampai 1.000, karena tercatat hanya 342 buah bulau saja. Sebutan
“Sewu” [Jawa: Seribu], merupakan penggambaran sedemikian banyaknya jumlah
pintunya. Menurut guide lawang sewu, jumlah lubang pintunya terhitung sebanyak
429 buah, dengan daun pintu lebih dari 1.200 (sebagian pintu dengan 2 daun
pintu, dan sebagian dengan menggunakan 4 daun pintu, yang terdiri dari 2 daun
pintu jenis ayun [dengan engsel], ditambah 2 daun pintu lagi jenis sliding
door/pintu geser).
Sejarah Lawang Sewu:
Sejarah gedung ini tak lepas dari sejarah
perkeretaapian di indonesia karena dibangun sebagai Het Hoofdkantoor Van de
Nederlandsch – Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) yaitu kantor pusat NIS,
perusahaan kereta api swasta di masa pemerintahan Hindia belanda yang pertama
kali membangun jalur kereta api di Indonesia menghubungkan Semarang dengan
“Vorstenlanden” (Surakarta dan Yogyakarta) dengan jalur pertamanya Jalur
Semarang Temanggung 1867.
Awalnya administrasi NIS diselenggarakan di
Stasiun Semarang NIS. Pertumbuhan jaringan yang pesat diikuti bertambahnya
kebutuhan ruang kerja sehingga diputuskan membangun kantor administrasi di
lokasi baru. Pilihan jatuh pada lahan di pinggir kota dekat kediaman Residen
Hindia Belanda, di ujung selatan Bodjongweg Semarang. Direksi NOS menyerahkan
perencanaan gedung ini kepada Prof Jacob F Klinkhamer dan B.J Ouendag, arsitek
dari Amsterdam Belanda.
Pelaksanaan pambangunan dimulai 27 Februari
1904 dan selesai 1907. Kondisi tanah di jalan harus mengalami perbaikan
terlebih dahulu dengan penggalian sedalam 4 meter dan diganti dengan lapisan
vulkanis. Bangunan pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan
percetakan, dilanjutkan dengan bangunan utama. Setelah dipergunakan beberapa
tahun, perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan pada
tahun 1916 – 1918.
Pada tahun 1873 rel kereta api pertama di
Hindia Belanda selesai dibangun. Jalan itu dibangun oleh Nederlandsch Indische
Spoorweg maatschappij (NIS), suatu perusahaan swasta yang mendapat konsesi dari
pemerintah kolonial untuk menghubungkan daerah pertanian yang subur di Jawa
Tengah dengan kota pelabuhan Semarang (Durrant, 1972). Stasiun di Semarang yang
berada di tambaksari tidak jauh dari pelabuhan.
Pada peralihan abad ke-20 NIS membangun
stasiun stasiun baru yang besar. Pada tahun 1914 stasiun Tambaksari digantikan
oleh Stasiun Tawang. Sebelumnya pada tahun 1908 selesai dibangun pula kantor
pusat NIS yang baru, bangunan itu berada di ujung jalan Bodjong, di Wilhelmina
Plein berseberangan dengan kediaman gubernur.
Kantor pusat NIS yang baru itu adalah
bangunan besar 2 lantai berbentuk “L” yang dirancang oleh J.F Klinkhamer dan
Ouendag dalam gaya Renaissance Revival (Sudrajat,1991). Menurut Sudrajat
pembangunan kantor pusat NIS di Semarang adalah tipikal 2 dasawarsa awal abad
20 ketika diperkenalkan politik etis, ketika itu “… Muncul kebutuhan yang cukup
besar untuk mendirikan bangunan bangunan publik dan perumahan, akibat perluasan
daerah jajahan, desentralisasi administrasi kolonial dan pertumbuhan usaha
swasta”.
Penduduk Semarang memberinya nama “Lawang
Sewu” (pintu seribu), mengacu pada pintu pintunya yang sangat banyak, yan
gmerupakan usaha para arsiteknya untuk membangun gedung kantor modern yang
sesuai dengan iklim tropis Semarang. Semua bahan bangunan didatangkan dari
Eropa kecuali batu bata, batu alam dan kayu jati.
Pada saat yang bersamaan Angkatan Muda Kereta
Api (AMKA) berusaha mengambil alih kereta api, pertempuran pecah antara pemuda
dan tentara Jepang, belasan pemuda terbunuh di gedung ini, 5 diantara mereka
dimakamkan di halaman (tetapi pada tahun 1975 jenazah mereka dipindah ke Taman
Makam Pahlawan). Di depan Lawang Sewu berdiri monumen untuk memperingati mereka
yang gugur di Pertempuran Lima Hari.
Sesaat setelah kemerdekaan Lawang Sewu
digunakan Kantor Perusahaan Kereta Api, kemudian militer mengambil alih gedung
ini, tetapi sekarang telah kembali ke tangan PT KAI.
Selamat Menjelajah Kawan :)
Ingin Keren dalam Pariwisata? Kunjungi...
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar